All posts by rinaldi

Mengapa Anggaran Kurikulum 2013 Berubah-ubah?

curiosity-lubangi-mars-untuk-cari-air

 

Meski pernah dijelaskan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh terkait anggaran kurikulum 2013, berbagai pihak masih tidak puas dengan penjelasan tentang anggaran kurikulum yang mengalami perubahan signifikan. Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Siti Juliantari Rachman, memprediksikan tiga alasan terus berubahnya besaran anggaran kurikulum 2013. Padahal, peruntukannya masih hanya untuk buku dan persiapan guru.

“Kami melihat ada tiga kemungkinan di sini yang membuat anggaran ini berubah terus,” kata Tari, saat jumpa pers di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta, Jumat (15/2/2013).

Kemungkinan pertama adalah pemerintah berniat mengubah kurikulum dengan melakukan piloting terlebih dahulu sehingga untuk tahap pertama saja hanya dibutuhkan Rp 684 miliar dan kemudian akan ditambah pada tahap berikutnya. Namun hal ini terbantahkan karena pemerintah dengan tegas menyatakan tidak akan ada piloting atau uji coba pada kurikulum 2013 ini.

Kemungkinan selanjutnya adalah adanya salah perencanaan dari pemerintahan tentang perubahan kurikulum ini yang membuat anggaran kurikulum tidak pasti. “Tapi kami rasa sekelas kementerian jika ingin membuat proyek semacam ini pasti sudah ada rencana dan tidak akan gegabah. Jadi kemungkinan ini terpatahkan,” jelas Tari.

Kemungkinan terakhir adalah pemerintah sejak awal telah mengantongi anggaran kurikulum 2013 sebesar Rp 2,49 triliun namun karena dinilai terlalu mencolok dan sulit mendapat persetujuan DPR RI, angka tersebut dipangkas menjadi Rp 684 miliar dan kemudian naik menjadi Rp 1,4 triliun lalu sampai pada hitungan sesungguhnya yaitu Rp 2,49 triliun.

“Yang ini sangat mungkin terjadi. Pemerintah sudah tahu bahwa perubahan kurikulum butuh biaya besar. Tapi karena takut tidak disetujui oleh DPR dibuat dulu dengan anggaran yang minim,” ungkap Tari.

Hal ini tentu saja berkaitan dengan peningkatan anggaran pendidikan dalam APBN 2013. Sebelum ada perubahan kurikulum ini, rencananya hanya akan ada penataan ulang dan penguatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang ditargetkan menelan biaya Rp 300 miliar untuk tiga tahun.

“Dengan perubahan kurikulum secara menyeluruh ini kan berarti mengganti buku dan lain-lain. Jadi butuh biaya besar yang dampaknya menaikkan anggaran pendidikan,” tandasnya.

 

[dikutip : http://edukasi.kompas.com]

IFW Hari ke-4 Kenalkan Keanekaragaman Budaya dari NTB

 

img

Foto: M. Abduh/ Wolipop

Jakarta – Daerah Nusa Tenggara Barat (NTB) yang terdiri dari Pulau Lombok dan Sumbawa, memiliki kerajinan tenun dengan ciri khasnya masing-masing. Keanekaragaman tenun inilah yang diangkat menjadi tema pertunjukan Indonesia Fashion Week di hari ke-4 (17/02/2013), dengan tema ‘Eksotika Tenun NTB’.

Empat desainer yang turut mengangkat citra tenun NTB ini adalah Dwi Iskandar, Epoel Daeng Hasanung, Irna Mutiara, dan Linda Hamidy Grander. Sebelum show dimulai, tampak para penari yang menarikan tarian adat daerah NTB sembari memamerkan hasil tenun khas NTB.

Pertunjukan pertama dibuka oleh Irna Mutiara yang mengeluarkan koleksi hijab kasual. Ciri busana yang ditampilkan Irna di koleksi kali ini adalah atasan layer bertumpuk, celana harem, serta variasi celana kulot dengan warna-warna lembut seperti hijau muda, krem, pink muda, dan abu-abu.

Koleksi selanjutnya menampilkan busana pria dari Dwi Iskandar. Koleksi dari label Dwico itu menampilkan kain tenun yang dikreasikan menjadi ragam celana, seperti jodhpur, celana bermuda, dan juga bentuk sarung. Variasi celana pria itu ia kreasikan dengan atasan berwarna terang seperti merah, hijau, atau oranye.

Setelah menampilkan busana pria yang maskulin, koleksi feminin dari Linda Hamidy Grander melanjutkan rangkaian pertunjukan. Bertema ‘Glamorous Tales’, Linda menyajikan dress feminin dan terkesan elegan dari bahan tenun. Contohnya saja dress dengan rok A line, atasan peplum, dan juga dress cut out di bagian dada.

Kembali ke koleksi busana pria, Epoel Daeng Hasanung menutup pertunjukan Eksotika Tenun NTB ini dengan menampilkan ragam pakaian pria yang terkesan kasual. Misalnya saja bahan tenun yang dibuat menjadi kemeja atau jaket yang dipadukan dengan celana jeans sehingga terkesan santai.

[dikutip : http://wolipop.detik.com]

Beasiswa Bagi Guru di Komunitas Adat Terpencil

curiosity-lubangi-mars-untuk-cari-air

BULUNGAN, KOMPAS.com – Untuk memberdayakan komunitas adat terpencil atau KAT, Pemerintah Kabupaten Bulungan memberikan beasiswa pendidikan selama empat tahun kepada guru-guru hasil rekrutmen dari komunitas setempat yang belum berijazah Strata 1. Selesai pendidikan, guru-guru khusus untuk jenjang sekolah dasar itu harus kembali mengajar di komunitas asalnya masing-masing.

Hal itu dikemukakan Bupati Bulungan Budiman Arifin di sela-sela kunjungan kerja Menteri Sosial Salim Segaf Al Jufri, Minggu (17/2/2013), di Kabupaten Bulungan, Kalimantan Timur. “Guru yang direkrut dari komunitas adat setempat sudah terbiasa dengan kondisi geografis dan adat istiadat setempat. Kalau ambil guru dari luar, banyak yang tidak tahan dan pulang,” kata Budiman.

Program beasiswa bagi guru rekrutmen lokal sudah dilakukan sejak tahun 2004 dan telah menghasilkan sedikitnya 400 guru. Untuk memperluas akses pendidikan hingga jenjang pendidikan menengah, lanjut Budiman, pihaknya juga sudah membuka SMA di 10 kecamatan yang ada di Bulungan. “Karena sudah lengkap fasilitas dari sisi pendidikannya, sebenarnya sudah tidak ada lagi yang namanya komunitas adat terpencil,” ujarnya.

Dalam kunjungan kerjanya ke Kalimantan Timur, Menteri Sosial Salim Segaf Al Jufri memberikan bantuan pakaian seragam sekolah SD, SMP, dan SMA kepada 185 anak masing-masing Rp 150.000 per paket dengan total nilai Rp 27,75 juta. Bantuan itu diberikan ke KAT di Kabupaten Nunukan dan Tetaban. “Bantuan ini hanya stimulan karena yang penting peran daerah meningkatkan kondisi yang sudah dicapai KAT,” kata Salim.

Menurut Budiman, pola pikir dan kehidupan masyarakat KAT sudah mulai berubah. Paling tidak mereka sudah mulai mau menetap dan tidak hidup berpindah-pindah. Keinginan untuk menetap itu antara lain karena ada jaminan fasilitas pendidikan dan kesehatan. “Mereka sudah tidak terpencil lagi karena sudah dapat akses jalan dan informasi,” ujarnya.

 

[dikutip : http://edukasi.kompas.com]